Biasanya kalau guru yang sudah berpengalaman *sekali lagi tidak merujuk ke saya lho ya* kala
menjumpai siswanya yang tiba-tiba seperti itu, dia pasti tidak langsung
bertanya “kenapa”. Karena toh percuma pasti sia anak tidak akan langsung
menjawab. Kecuali kalau hubungan emosional si anak dengan gurunya sangat dekat,
paling tidak biasanya si anak yang akan bicara duluan.
“Bu, saya mau curhat.” *sambil
nunggu timing air mata yang ngumpul di kelopak matanya tumpah.
Lantas Bu Guru itu pasti membalas, “Lho
kamu kenapa? Yuk kita ngomong di ruangan Ibu!”
Sebaliknya, kalau si anak itu memiliki hubungan emosional
yang nggak dekat, karena si anak
sungkan sama gurunya atau mungkin ya memang nggak
dekat *masa mau dipaksa-paksain buat
deket* biasanya gurunya yang nyamperin.
“Kamu, habis pelajaran ini ke ruangan saya ya!” dengan nada
horor. *sebenarnya ini pengalaman pribadi
waktu masih berstatus murid, hiks…
Karena itu saudara-saudara, saya tidak mau menirukan perlakuan
guru saya itu terhadap Kevin yang duduk tepat dihadapan saya. Maka ya saya diam saja sambil rada-rada kepo menanyakan masalah Kevin ke teman
yang duduk di belakangnya.
Ini trik dari saya sudara-saudara *sombong. Kalau mau Knowing
Every Particular Object alias kepo soal tingkah laku aneh pada salah
seorang siswa Anda, bertanyalah kepada guru BK teman-temannya.
Ini fakta loh, biasanya
anak lebih terbuka sama teman-temannya dari pada sama guru BK, kecuali kalau
guru BK di sekolahnya asyik dan kooperatif (dalam arti positif). Sementara
tidak semua sekolah yang punya guru BK yang seperti itu. Tapi kalau mencari
teman yang asyik, di setiap sekolah pasti ada. Dan di sini kuncinya, teman yang
asyik belum tentu bisa tahan untuk menjaga rahasia. Apalagi terhadap gurunya.
Jadi dengan sedikit bujukan pasti temannya akan buka mulut diakhiri dengan footnote :
“Tapi Bapak jangan bilang-bilang kalau ini dari saya ya!”
Hehehehe keren kan. Tapi sejauhmanakah metode ini berhasil
diterapkan untuk mencari tahu penyebab murungnya si Kevin? Jawabannya : tidak
sama sekali membantu saudara-saudara.
Namun tidak berselang 5 menit jawaban itu datang dengan
sendirinya lewat Bu Ani, staf tata usaha sekolah yang tiba-tiba minta izin
masuk ke kelas.
“Kevin, ini kaos kakimu yang baru ya.”
“Lalu kaos kaki yang punya saya mana Bu?” kata Kevin dengan
suara bergetar.
“Ibu minta maaf, yang lama pun sudah hilang. Tak mungkin lah
dicari. Sudah lah, kan sudah diganti yang baru dan lebih bagus,” jawab Bu Ani
sambil meninggalkan kelas.
Tangis Kevin pun tak bisa lagi ditahan. Teman-temannya
saling celingangk-celinguk heran. Ealaaah pantesan trik saya nggak berhasil, lha wong teman-temannya saja nggak
tahu apalagi saya.
“Sudahlah Kevin kamu tidak usah sedih. Kita harus
mengikhlaskan apapun milik kita yang hilang. Allah juga janji akan memberikan
ganti yang lebih baik apabila kita ikhlas. Dan terbuktikan sekarang kamu sudah
mendapatkan ganti kaos kaki yang baru dan lebih bagus.”
Kevin tetap menangis sambil menundukkan kepalanya di atas
meja. Tangisnya semakin kencang. Namun, tiba-tiba ia mengangkat kepalanya.
Dengan mata yang bengkak dan berderai air mata, Kevin menatap saya.
“Biar butut, itu kaos kaki hadiah dari nenek saya Pak. Saya
sudah menyia-nyiakan pemberian nenek saya.”
Byarrrr… seketika
teman-temannya yang awalnya kasak-kusuk kepo,
jadi ada yang mulai ikutan mewek.
“Kamu tidak usah berpikir bahwa kamu telah menyia-nyiakan
pemberian dari nenek kamu Kevin. Nenek kamu pun pasti tidak akan marah kalau
tahu hal ini. Toh ia juga pasti tahu kalau kamu sedih kehilangan kaos kaki
pemberiannya. Percaya deh sama Bapak.”
“Iya Pak, nenek saya memang tidak akan marah. Tapi pasti
papa saya yang akan marah,” volume tangisnya tambah kencang.
“Lho kenapa? Itu bukan kesalahan kamu Kevin. Toh bukan kamu
yang menghilangkan kaos kakimu. Orang tua kamu tentu tidak akan memarahi kamu.
Apalagi Bapak yakin mereka tahu kalau kamu sangat menghargai pemberian orang.”
“Bapak nggak tahu gimana papa saya sih. Kalau saya telat mandi satu menit saja langsung ditedang.
Kalau papa saya bertengkar dengan mama, saya yang jadi sasaran dilempar asbak,”
jawab Kevin setengah berbisik seolah ingin segera membungkam gurunya yang sok
tahu.
Dan ini yang akhirnya saya lakukan biar nggak ketahuan speechless:
“Anak-anak, hari ini Kevin telah memberikan kita sebuah
contoh yang baik tentang bagaimana seharusnya kita menghargai pemberian orang
lain. Selama ini tanpa disadari kalian ada yang masih tidak menjaga
barang-barang milik kalian di sekolah. Padahal kalian tahu kan bahwa
barang-barang itu adalah pemberian orang tua kalian. Jadi mulai sekarang
jagalah barang milik kalian masing-masing.” *kalimat
terakhir sepertinya salah fokus nih.
No comments:
Post a Comment