Thursday, August 2, 2012

Caper itu Sesuatu Banget

Caper alias cari-cari perhatian adalah sebuah tingkah laku pada diri seseorang yang disebabkan oleh kurangnya perhatian yang didapatkan orang tersebut dari orang-orang di sekelilingnya. Tingkah laku ini dapat diminimalisasi dengan cara memberikan perhatian sesuai dengan yang dibutuhkan orang tersebut. (Arief, 2007:24) *maksudnya, teori ini  gue karang-karang sendiri pada tahun 2012 waktu lagi naik angkot nomor 24.

Tanpa harus membahas benar atau tidaknya teori di atas, saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya ketika berhadapan dengan siswa-siswa yang caper ini. Walaupun sering bikin jengkel, terkadang siswa-siswa yang caper ini menarik untuk diamati, terutama untuk mengetahui sebab-musabab ke-caper-an mereka. Bagi saya caper itu sesuatu banget

Sebenarnya bukanlah sebuah masalah apabila mereka caper dengan tingkah laku yang positif. Ini juga sering saya amati. Misalanya ketika hari pertama masuk kelas pada tahun ajaran baru, sering saya menjumpai beberapa siswa yang berusaha caper dengan cara keseringan bertanya. Sasaran mereka biasanya ya guru dan juga teman-teman sekelasnya yang masih baru. Mereka caper seolah untuk menunjukkan kepada guru dan teman-teman barunya bahwa dia bukanlah anak yang pendiam, melainkan anak yang pintar, aktif, supel, percaya diri, dan patut diperhitungkan. Dengan begitu, nantinya dia akan berpotensi menjadi anak yang eksis di mata guru dan teman-temannya.

Namun lain soal kalau mereka caper dengan cara-cara yang negatif. Berdasarkan pengamatan saya, karena tingkah caper-nya negatif, mereka ini hanya caper kepada orang atau sekelompok tertentu, tidak diumbar ke semua orang apalagi guru. Karena itu, kadang-kadang tingkah laku negatif mereka luput dari perhatian guru.

Suatu hari di kelas 9 SMP, Doni, salah seorang siswa laki-laki menundukkan kepalanya hampir pada sepanjang jam pelajaran saya. Ketika sesekali saya pancing dia untuk menjawab pertanyaan, dia baru mau mengangkat kepalanya namun selalu menutupi sebelah kiri mukanya dengan telapak tangan. Saya lalu berjalan mendekatinya.

“Kenapa muka kamu Don, kok ditutupi?”

Nggak apa-apa Pak.”

“Jangan bohong deh kamu! Kalau memang nggak ada apa-apa coba Bapak lihat!”

“Jangan Pak, saya malu.”

Belum sempat saya meneruskan interogasi kepada si Doni, tiba-tiba beberapa temannya nyeletuk,

“Ah, boong Pak, tadi kalau di depan Gaby mukanya diunjukin!”

“Oyo Doni, tunjukkan muka kamu, Bapak mau lihat!” suara saya mulai tegas.
Setengah ketakutan dengan suara saya yang mulai terdengar keras, Doni pun akhirnya membuka tangan yang menutupi sebelah kiri wajahnya. Ternyata di wajahnya memang terlihat memar.

“Kamu berkelahi?”

Nggak Pak. Ini habis jatuh dari sepeda.”

Jelas saya tidak percaya dengan pengakuannya. Tetapi, saya tidak langsung meneruskan interogasi kepada Doni di depan teman-temannya saat itu. Baru pada saat saya ajak bicara empat mata di ruangan, barulah dia mengaku kalau luka memar itu dibuatnya sendiri dengan membenturkan mukanya didinding. Mau alasannya? Ternyata Doni cuma membutuhkan perhatian dari Gaby, teman perempuan satu kelas yang sangat disukainya. Selama ini ternyata Gaby memandang Doni sebagai laki-laki yang nggak gaul, penakut, dan anak mami. Jadi dalam pikiran Doni, memar diwajahnya itu bisa membuat Gaby menilai bahwa Dhoni benar-benar “lelaki”. Lain kali kalau mau diperhatikan cewek pujaan, konsultasi dulu ke bapak ya Don!

Lain lagi kisah Arman, siswa kelas 8 SMP. Di sekolah, hampir semua guru punya keluhan terhadap sikapnya yang tidak pernah semangat belajar, dan terutama kelakuannya yang sering bolos. Iseng-iseng saya pernah coba melihat di wall akun facebook miliknya. Ternyata, ya ampun, melankolis sekali isi status-statusnya. Semua ditujukan ke sang pacar yang merupakan kakak kelasnya. Pantesan, semalas-malasnya Arman, ketika diberikan maeri menulis puisi bebas, ia dengan cepat mampu membuatnya dengan pilihan kata dan rima yang bagus. 

Saya pernah mengajak Arman bicara, tapi sulit untuk membuatnya mau terbuka. Saya coba telepon orang tuanya, tapi tak ada yang menjawab. Akhirnya saya meminta rekan guru perempuan untuk melakukan pendekatan ke pacarnya. Usaha itu cukup membuahkan hasil. Karena pacarnya Arman berhasil mengultimatum Arman untuk putus apabila Arman tidak mengubah sikapnya. Dan ajaibnya, ultimatum itu ampuh. Lebih ampuh dari ancaman-ancaman yang diberikan guru-gurunya.

Belakangan sikap Arman puh lebih baik dan mulai mau terbuka. Tapi saya tetap penasaran ingin sekali berbicara dengan orang tuanya. Hingga pada jelang pembagian rapor ada sms masuk ke ponsel saya.

“Pak, apakah anak saya naik kelas? –Ibunya Arman-“

“Kami baru akan mengumumkan saat pengambilan rapot minggu depan Bu. Karenanya kami mengharapkan kehadiran orang tua siswa sesuai dengan undangan yang sudah kami sampaikan.”

“Mau tanya Pak, memang sebenarnya si Arman anak saya ini kelas berapa ya?”

What…???? Maunya sih tinggal saya reply aja tuh sms dengan cuma ngetik angka “8”. Tapi pertanyaan ibu itu benar-benar membuat saya gregetan hingga akhirnya saya memutuskan untuk meneleponnya langsung meski tidak diangkat.

Tidak heran kalau dari hasil curhatan Arman sempat terungkap kebencian Arman terhadap ibunya yang tidak pernah sedikit pun menaruh kepercayaan kepada Arman. Arman mengaku bahwa ia ingin ibunya percaya bahwa ia telah berubah. Tapi, di mata Ibunya, Arman tetaplah bukan anak baik meski Arman merasa sudah berusaha untuk berubah. Tidak heran juga jika akhirya Arman sangat menyayangi sosok sang pacar yang selama ini lebih memperhatikan dan menaruh kepercayaan terhadapnya.

Berdasarkan pengakuan Arman, ibunya tidak suka jika Arman pacaran. Ibunya pun bahkan meminta Arman untuk memilih ibunya atau pacarnya. Dengan tidak ragu, Arman memutuskan memilih pacarnya.

Entah apakah itu keputusan yang tepat atau tidak. Karena, sekarang sikap Arman telah berubah 180 derajat. Kini, Arman adalah anak baik di sekolah. Belum sekalipun ia membolos. Ia sangat santun kepada semua guru. Dan semua guru pun telah menaruh kepercayaan yang baik terhadapnya. Ia selalu tepat waktu mengumpulkan tugas dan aktif mengikuti setiap pelajaran di kelas.

Saya kini belum tahu kabar hubungan Arman dengan ibunya. Karena hingga saat ini, rapot Arman selama dua semester masih tersimpan di laci karena belum sekalipun orang tuanya berniat datang untuk mengambilnya.

No comments:

Post a Comment