Nenek moyangku bukan pelaut
melainkan pedagang
Dari ujung merauke hingga
ujung sabang
Usaha nenek moyangku tersebar
di berbagai bidang
Konon, barang paling laris di
pasaran adalah kursi
Harganya pun bervariasi,
dari yang mahal, menengah,
hingga termurah
Tergantung, lokasi, posisi, kenyamanan
dan daya tahan,
Kursi berlabel KEKUASAAN harganya
selangit
Untuk membelinya pun harus
bersaing sengit
Butuh kekuatan relasi dan kelihaian
lobi melobi,
jika ingin kursi benar-benar
bisa diduduki
Soal kenyamanan, dijamin 5 tahun bisa tahan
Kalau toh setahun-dua tahun terasa
goyang
bukan lantaran kursi tidak
sesuai dengan pesanan
tapi bisa jadi, karena si
pembeli khilaf bayar retribusi.
Kursi macam ini ada di
sejumlah galeri bergengsi
Seperti di gedung dewan, kantor
gubernur, hingga bupati
Di level harga menengah sampai
yang termurah,
kursi dijualbelikan hingga ke
sekolah
Kalau mau kursi model ini
caranya gampang
Prinsipnya ada uang ada
barang
Tak masalah berapapun nilai
rapor atau ijazah
Kalau tak punya uang terpaksa
pasrah
mengharap hibah dari
pemerintah : kursi reot atau duduk di atas tikar basah.
Produk dagang nenek moyangku
tidak cuma barang
Aneka produk layanan jasa juga
ditawarkan
Dari yang aman hingga yang
berisiko tinggi
Dengan transaksi terbuka
ataupun sembunyi-sembunyi
Lewat usahanya, segala proses
layanan jasa bisa mudah dan cepat
Dari pembuatan KTP, SIM,
Paspor, aneka surat dan sertifikat
Syaratnya hanya butuh keluar
fulus tanpa keluar keringat
Tersedia juga paket REMISI,
GRASI, & AMNESTI
Pelanggannya tak lain koruptor
kalangan pejabat dan konglomerat berdasi
Vonis penjara selama tahunan
bisa disulap menjadi hitungan bulan
Plus bonus fasilitas ala kamar
hotel bintang lima di dalam kurungan
Itulah nenek moyangku,
seorang pedagang
Usahanya langgeng dari dulu,
sekarang, hingga mendatang
Kecuali jikalau saatnya azab
Tuhan menjelang
Sing :
Nenek moyangku orang pedagang
Usahanya maju di mana-mana
Slalu halalkan segala cara
Diazab tuhan baru tau rasa
No comments:
Post a Comment